Selasa, 22 Desember 2009

Makalah Hubungan aksel dan psikis

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era sekarang ini, manusia dituntut untuk lebih berpikir kritis dan praktis. Terutama mereka yang bergelut dalam dunia pendidikan. Banyak ide bermunculan mengenai program-program pendidikan yang bertujuan untuk mendongkrak potensi peserta didik. Di Indonesia sendiri sepert yang kita ketahui banyak kurikulum yang silih berganti, mulai dari CBSA, KBK, maupun KTSP. Semua itu berubah sesuai perkembangan zaman. Pergantian kurikulum hanyalah satu dari sekian banyak kiat-kiat yang dilakukan untuk memperbaiki mutu pendidikan kita.

Beberapa tahun terakhir, Indonesia mengenalkan program terbaru bagi dunia pendidikan, yaitu program percepatan atau akselerasi. Program percepatan ini juga merupakan salah satu cara yang dilakukan guna meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Yang melatarbelakangi diselenggarakannya program ini adalah banyaknya kasus dimana dalam satu kelas terdapat suatu jurang antara siswa mempunyai kemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan dibawahnya. Dan hal itu dapat menghambat proses KBM, karena sebagian siswa menuntut untuk cepat sedangkan sebagian yang lain meminta untuk memperlambat pembahasan materi dalam KBM. Hal yang demikian itu menimbulkan suatu rumusan masalah bagaimana solusi yang tepat untuk mengetengahi kasus tersebut, sehingga dicanangkanlah program akselrasi.

Pada umumnya program akselerasi ini diberlakukan di tingkat Sekolah Menengah Pertama(SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada awalnya, adanya kelas akselerasi ini disambut dengan decak kagum oleh masyarakat, karena pada kelas ini siswa dapat mempersingkat waktu tempuh sekolah, sekolah yang seharusnya ditempuh selama tiga tahun hanya ditempuh selama dua tahun di kelas akselerasi ini. Tujuan diadakannya kelas akselerasi adalah untuk menghimpun peserta didik yang memiliki bakat khusus dan kemampuan kecerdasan tinggi atau di atas rata-rata untuk dikembangkan secara optimal dan dapat menyelesaikan masa belajarnya dalam 2 tahun.

Tidak semua SMP atau SMA mempunyai kelas percepatan ini. Di Kulon Progo, misalnya, baru ada satu SMA yang memiliki program ini, yaitu SMA 1 Wates yang baru tiga tahun ini membuka kelas percepatan. Ataupun di SMA 1 Wonosari dan di SMA 8 Jakarta. Dan rata-rata di setiap satu angkatan hanya ada satu kelas akselerasi, dimana setiap kelas akselerasi hanya menampung maksimal 24 siswa. Begitu pula dengan siswanya, tidak semua siswa dapat masuk di kelas tersebut. Untuk diterima menjadi siswa akselerasi harus menempuh beberapa tes.

B. KAJIAN TEORI
Sekolah dipandang perlu memberikan layanan kepada siswa yang memiliki tingkat kemampuan, kecerdasan, bakat yang luar biasa dalam bentuk perlakuan pendidikan peng-ajaran diatas standar (rata-rata). Perlunya perhatian khusus kepada siswa yang memiliki kemampuan, kecerdasan dan bakat yang luar biasa. Pengembangan potensi tersebut memerlukan strategi yang sistematik dan terarah kepada anak didik sehingga lebih meperhatikan perbedaan antar anak didik dalam bakat dan minatnya.
Kelas ini dirancang menjadi kelas unggulan. Proses rekrutmen untuk melihat potensi siswa dilakukan secara multidimensional. Rekrutmen dilakukan dengan mengembangkan konsep keberbakatan dari Renzulli, Reis dan Smith (1978). Konsep itu menyebutkan bahwa anak berbakat mempunyai IQ minimal 125 menurut skala Wechsler, selain itu harus mempunyai task commitment dan creativity quotion di atas rata-rata.

Adapun dasar hukum diselenggarakannya program akselerasi :
1. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 Pasal 8 Ayat 2
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 Pasal 24 Ayat 1, Pasal 24 Ayat 2, Pasal 24 Ayat 6
3. GBHN 1993 dan GBHN 1998
4. Keputusan Mendiknas No. 048/U/1992 dalam Pasal 16.
5. Keputusan Mendiknas No. 048/U/1992 dalam Pasal 16

Tujuan diadakannya kelas akselerasi adalah untuk menghimpun peserta didik yang memiliki bakat khusus dan kemampuan kecerdasan tinggi atau di atas rata-rata untuk dikembangkan secara optimal dan dapat menyelesaikan masa belajarnya dalam 2 tahun. Hasil yang diharapkan dari program akselerasi :
1. Kelulusan memiliki rata-rata NUAN : 7,00 atau lebih
2. Memiliki Keberhasilan yang tinggi:
diterima di perguruan Tinggi Ternama dalam dan luar negeri.
3. Mampu menghasilkan siswa yang memiliki:
• Keimanan dan ketaqwaan
• Nasionalisme dan Patriotisme yang tinggi dengan kepribadian Pancasila
• Wawasan IPTEK yang luas
• Motivasi dan Komitmen yang tinggi untuk prestasi
• Kepedulian sosial dan Kepemimpinan
• Disiplin pribadi yang tinggi
• Tanggung jawab yang tinggi
• Kondisi fisik yang prima
• Gemar membaca dan meneliti
• Berbahasa Inggris yang baik dan lancar

















BAB II
PROGRAM AKSELERASI

A. SELUK BELUK AKSELERASI
Penyelenggaraan program akselerasi (percepatan belajar) dianggap salah satu alternatif bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata rata. Ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan yarig terdapat pada kelas klasikal yang bersifat massal. Melalui program ini memungkinkan siswa dapat menyelesaikan waktu belajar lebih cepat dari yang ditetapkan.

Dr Herry Widyastono MPd mengelompokkan kecerdasan dan kemampun siswa dalam tiga strata: anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata rata, rata rata, dan di bawah rata rata. Siswa di bawah rata rata memiliki keeepatan belajar di bawah kecepatan belajar siswa umumnya. Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata rata memiliki kecepatan belajar di atas kecepatan belajar siswa siswa lainnya.
Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan rata rata, menurut dia, selama ini diberikan layanan pendidikan dengan mengacu pada kurikuluin yang berlaku secara nasional. Itu karena kurikulum tersebutdisusun terutama diperuntukkan bagi anak-anakyangmemilikikemampuandan kecerdasanrata-rata. Siswa dengan kemampuan dibawah rata-rata, diberikan layanan pengajaran remidi (remedial teaching).

Herry yang berbicara dalam seminar Program Percepatan Belajar bagi Pengawas dan Kepala SMP Negeri dan Swasta di Jakarta, mengatakan bahwa mereka belum mendapat layanan pendidikan sebagaimana mestinya., "Bahkan, kebanyakan sekolah memberikan perlakuan yang standar (rata rata), bersifat klasikal dari massal, terhadap semua siswa, baik siswa di bawah rata rata, raat-rata, dan di atas rata rata, yang sebenarnya memiliki kebutuhan berbeda," ujarnya.
Akibatnya, siswa di bawah rata rata yang memiliki kecepatan belajar di bawah rata-rata akan selalu tertinggal dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa di atas rata rata akan jenuh karena harus menyesuaikan diri dengan kecepatan belajar siswa siswa lainnya. Sekitar 30 persen siswa SMA yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berprestasi di bawah potensinya. Herry Menurut penelitian, ada 20 persen siswa SLTP dan SD di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Kalimantan Barat yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, berisiko tinggal kelas karena nilai rata rata rapornya untuk semua mata pelajaran catur wulan 1 dan 2, kurang dari enam. Bagi siswa dalam kategori ini, perlu ada pelayanan pendidikan khusus. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan itu tadi, dengan menyeleng-garakan akselerasi, program percepatan belajar.

Drs. Fakhruddin MPd, wakil kepala SMA Labschool Rawamangun menyebut tiga bentuk atau model penyelenggaraan program akselerasi yang dapat dilakukan. Yakni, program khusus, kelas khusus, dan sekolah khusus. Namun dia menyatakan, setiap bentuk memiliki kelebihan dan kekurangan.
Model sekolah khusus yang memberikan layanan pada suatu sekolah khusus diperuntukkan bagi siswa akselerasi (berasrama maupun tanpa berasrama), misalnya. Kelebihan dalam sekolah berasrama, waktu belajar bisa lebih panjang dan memudahkan kegiatan ekstrakurikuler.
Tanpa berasrama, memudahkan perencanaan kegiatan dan ada interaksi dengan sekolah lain. Kekurangannya, sekolah berasrama tidak sesuai untuk jenjang SD, sedangkan tanpa berasrama akan timbul elitis yang kurang baik. Bagaimanapun, menurut Herry Widyastono, penyelenggaraan kelas akselerasi bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa merupakan salah satu strategi alternatif yang relevan, karena mereka memiliki kecepatan belajar dan motivasi belajar di atas siswa-siswa lainnya.
Namun, ini tidak berarti peningkatan mutu pendidikan untuk peserta didik secara klasikal massal terabaikan, melainkan perbedaannya terletak pada intensitas dan ektensitas perhatian yang diberikan kepada peserta didilk sesuai dengan kondisi mereka.

B. SISTEM DALAM PROGRAM AKSELERASI
Dalam rekruitmen siswa akselerasi, terdapat dua tahap, yaitu :
1. Tes Seleksi
a. . Psikotes
Psikotes bekerjasama dengan biro Psikologi yang berwenang untuk mengetahui kemampuan intelegensi, kematangan emosi, motivasi berprestasi, kreativitas dan komitmen tes
b. Tes Potensi Akademik (TPA)
Mata pelajaran :
PPKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA

2. Wawancara
Tes wawancar bertujuan untuk mendapatkan bebagai informasi tentang calon, antara lain berupa Scor tes, latar belakang kehidupan, cita-cita masa depan, minat siswa, motivasi.

Namun, selain dua tahapan tersebut ada juga sekolah yang menambahkan tahap lain yaitu pengamatan. Pada tahap pengamatan ini siswa yang sudah terjaring/kelompok calon siswa akselarasi diamati oleh team secara terus-menerus selama 2 bulan semester 1 kelas I dalam hal: kemampuan bersifat kritis mengemukakan pendapat baik lisan maupun tertulis, beradaptasi bersosialisasi dan bertanggung jawab. Jika hasil pengamatan menyatakan bahwa siswa tersebut tidak sanggup menjalani program percepatan, maka akan menjadi bahan pertimbangan antara siswa, pihak sekolah, dan wali murid.

Pengambilan keputusan “penerimaan siswa akselerasi” dilaksanakan bertahap, mulai dari musyawarah guru hingga pelaksanaan beberapa agenda sebagai berikut :
• Memanggil anak dan Orang Tua yang bersangkutan untuk mendapatkan penjelasan tentang program Akselarasi
• Siswa dan Orang Tua yang telah menyetujui dengan surat kesediaannya dinyatakan sebagai siswa program Percepatan Belajar
• Siswa tersebut dikelompokkan pada kelas khusus


Mengenai kurikulum yang digunakan dalam program akselerasi, sedikit bebeda dengan krikulum pada kelas regular (biasa). Kelas akselerasi menggunakan kurikulum KBK/KTSP yang dipadatkan dari 6 semester selama 3 tahun menjadi 6 semester dalam jangka waktu 2 tahun. Jadi, materi pelajaran yang seharusnya diajarkan selama 3 tahun harus diselesaikan selama 2 tahun. Dengan demikian kelas akselerasi melaksanakan ujian blok semester setiap 4 bulan sekali, dan ujian kenaikan kelas setiap delapan bulan sekali. Untuk jam pelajaran, masing-masing sekolah memberikan kebijakan yang berbeda-beda. Misalnya saja, di SMA 1 Wates, jam pelajaran kelas akselerasi tetap sama dengan jam pelajaran kelas reguler, masuk jam 07.00 dan pulang jam 13.45. Namun di SMA 1 Wonosari, jam pelajaran kelas akselerasi berakhir pada sore hari. Siswa kelas akselerasi akan melaksanakan Ujian Nasional bersama dengan kakak angkatan kelas regular.


BAB III
HUBUNGAN ANTARA KELAS AKSELERASI DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS SISWA

A. Kelemahan akselerasi
Penyelenggaraan kelas akselerasi yang sudah diujicobakan beberapa tahun terakhir ini masih mengandung pro dan kontra. Beberapa kelemahan mengiringi penyelenggaraan kelas akselerasi itu.
Pertama, stigmatisasi pada diri siswa yang ada di kelas reguler. Dalam sebuah kesatuan lingkungan, bisa dikatakan bahwa kelas reguler adalah kelas yang relatif jelek bila dibandingkan dengan kelas akselerasi.
Kedua, timbulnya budaya inferior, muncul kelas eksklusif, arogansi, dan elitisme. Dengan kondisi yang betul-betul berbeda dengan segenap potensi intelektual yang lebih tinggi, jelas siswa-siswa kelas akselerasi akan jauh lebih berprestasi dibanding kelas reguler. Inferioritas pun mudah menghinggapi siswa kelas reguler, dan sebaliknya eksklusivisme, arogansi dan elitisme akan mudah melekat pada diri siswa-siswa kelas akselerasi. Masing-masing siswa membentuk group reference mereka sendiri-sendiri.
Ketiga, terjadi dehumanisasi pada proses belajar di sekolah. Materi pelajaran yang diselesaikan oleh siswa reguler selama satu tahun harus dilalap habis siswa akselerasi selama satu semester (setengah tahun). Dengan alokasi waktu yang jauh lebih pendek ini mau tidak mau siswa harus belajar keras. Segi intelektualitas, potensi mereka memang memungkinkan. Tetapi, mereka bukanlah mesin yang bisa diset untuk hanya melakukan satu aktivitas.
Keempat, siswa kelas akselerasi tidak memiliki kesempatan luas untuk belajar mengembangkan aspek afektif. Padatnya materi yang harus mereka terima, banyaknya pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan, ditunjang kemampuan intelektual yang mereka miliki dan teman-teman sekelas yang rata rata pandai, membuat iklim kerja sama mereka menjadi terbatas. Tugas-tugas itu bisa mereka selesaikan sendiri.

Dari sisi waktu, penyelenggaraan kelas akselerasi menguntungkan, siswa yang bakat intelektualnya tinggi dibantu secara khusus, sehingga mereka mendapatkan bantuan pengajaran lebih sesuai bakatnya. Mereka akan dapat cepat lulus, diperkirakan setahun lebih awal dibanding siswa biasa. Jadi, keuntungannya terletak pada akselerasi pengajaran. Dengan program percepatan ini diharapkan siswa berbakat tidak bosan di kelas yang sama dengan siswa lain, sehingga tidak mengganggu, mengacau kelas, dan dia dapat terus maju dengan cepat. Kelas model ini memang menjanjikan siswa lebih cepat selesai dibandingkan melalui tahapan-tahapan pada umumnya.
Dalam perdebatan soal pendidikan nasional, banyak dipersoalkan kurangnya pendidikan nilai di sekolah-sekolah, dari SD sampai SMU. Disadari, kebanyakan sekolah terlalu menekankan segi kognitif saja, tetapi kurang menekankan segi nilai kemanusiaan yang lain. Maka mulai disadari pentingnya pendidikan nilai, termasuk pendidikan budi pekerti dan segi-segi kemanusiaan lain, seperti emosionalitas, religiusitas, sosialitas, spiritualitas, kedewasaan pribadi, dan afektivitas. Masalahnya, pendidikan nilai tidak bisa dipercepat, bahkan instan. Pendidikan nilai kemanusiaan memerlukan latihan dan penghayatan yang membutuhkan waktu lama, sehingga sulit dipercepat. Misalnya, penanaman nilai sosialitas perlu diwujudkan dalam banyak tindakan interaksi antarsiswa dan kerja sama; penanaman nilai penghargaan terhadap manusia lain membutuhkan latihan dan mungkin hidup bersama orang lain, dan tidak cukup hanya dengan pengajaran pengetahuannya.
Dengan mencermati kelemahan-kelemahan kelas akselerasi, konsep itu mestinya dikembalikan pada gagasan awal sebagai proses uji coba. Landasannya ialah, perkembangan intelektual dan moral anak yang baik tidak bisa instan, mereka harus dipaksa melalui tahapan-tahapan perkembangan sebagaimana anak-anak pada umumnya. Memaksakan diri dalam berbagai ketimpangan tiada ubahnya mengejar gengsi, gengsi orang tua mempunyai anak-anak cerdas. Juga gengsi di pihak sekolah, karena akan dianggap sekolah unggulan, dan biaya pendidikan di kelas tersebut relatif memang lebih mahal.

B. YANG DIBUTUHKAN
Menurut Prof Suyanto (2003) pengelompokan siswa secara homogen berdasarkan kemampuan akademik menjadi kelas superbaik, amat baik, baik, sedang, kurang, sampai ke kelas "gombal", tidak memiliki dasar filosofi yang benar. Yang memprihatinkan, pengelompokan itu disertai program promosi dan degradasi. Siswa yang tidak mampu mempertahankan prestasi akademiknya bisa digusur dari kelas superbaik ke kelas sedang. Bahkan mungkin bisa meluncur ke kelas paling bawah, kelas "gombal".
Persoalannya, apakah program kelas unggulan atau akselerasi mampu mendongkrak mutu SDM kita yang dinilai masih berada pada aras rendah? Apakah ada jaminan, anak-anak berotak cerdas yang jumlahnya hanya beberapa gelintir yang telah sukses menernpuh program kelas unggulan, atau akselerasi mampu menjadi generasi cerah budi yang memahami dinamika hidup yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dan bangsanya? Kalau ini yang terjadi, dunia pendidikan kita telah lepas dari lingkaran dan dinamika kehidupan kontekstual yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Implikasinya, out-put yang dilahirkan oleh institusi pendidikan kita hanyalah generasi-generasi berotak brilian dan cerdas intelektualnya, tetapi miskin kecerdasan hati nurani dan spiritual. Pada akhirnya justru membikin mereka menjadi asing hidup di tengah-tengah masyarakat. Tidak memiliki kepekaan dalam merasakan denyut nadi kehidupan yang berlangsung di sekelilingnya.

Kita amat membutuhkan sosok manusia yang memiliki kecerdasan spiritual dan apresiasi tinggi terhadap nilai-nilai kejujuran, yang menciptakan damai di tengah berkecamuknya kebencian, yang menawarkan pengampunan bila terjadi penghinaan. Yang menabur benih kerukunan bila terjadi silang sengketa, yang memberikan kepastian bila terjadi kebimbangan. Yang menegakkan kebenaran bila terjadi beragarn bentuk penyelewengan dan kesesatan. Yang menjadi pembawa terang di tengah kegelapan hidup.
Nilai-nilai kejujuran, sudah menjadi moralitas bangsa yang tergadaikan. Budaya malu sudah nyaris hilang dari memori bangsa. Korupsi, manipulasi, kolusi, nepotisme, dan sejenisnya marak terjadi di mana-mana. Perilaku keagamaan hanya sampai pada tataran ekstrinsik. Agarna hanya dijadikan sebagai topeng untuk pencapaian kepentingan. Para elite pemimpin tidak bisa jadi teladan bagi anak-anak bangsa. Yang terjadi justru sebuah kebanggaan bila mereka mampu melakukan pembohongan publik, sehingga terlepas dari jerat hukum yang mengancam mereka atas perbuatan korup yang telah dilakukan. Sementara itu, di aras akar rumput, sentimen kesukuan dan etnis, anarkisme yang dibungkus fanatisme keagamaan, main hakim sendiri, dan kekerasan lainnya menjadi adonan perilaku yang gampang disaksikan dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kelas akselerasi mampu menjawab dilematika pendidikan yang "tergadaikan" ini? Secara konseptual bagus, tetapi jika di dataran implementasi menimbulkan pro dan kontra, perlulah dicari solusi yang paling tepat. Sebagai sebuah proses pendidikan memerlukan pentahapan yang matang.







BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Berbagai penelitian mengenai siswa unggul dan adanya program akselerasi di berbagai Negara yang berusaha mengakomodasi kebutuhan golongan siswa tersebut, diulas dalam pidato tersebut. Termasuk pula berbagai pro dan kontra mengenai dampak akselerasi dari berbagai aspek. Dimulai dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa SMA di Indonesia yang memiliki program akselerasi, guru besar baru Asmadi Alsa menyimpulkan beberapa hal, diantaranya bahwa siswa akselerasi memang memperoleh percepatan dalam hal perkembangan secara kognitif, namun tidak dalam hal afektif dan psikomotoris.

Namun begitu, aktivitas belajar yang padat dapat memacu siswa sehingga memiliki daya juang yang tinggi dalam belajar, karena memang tidak ditemukan adanya dampak negatif dari hal itu. Meski demikian, pemantauan pada semester awal menjadi amat penting dalam rangka melakukan tindakan lanjutan bagi siswa yang ditemukan memiliki potensi tidak cukup mampu melakukan penyesuaian diri dengan tuntutan program maupun juga lingkungan akademik dan sosial yang baru. Bagaimanapun, evaluasi terhadap program akselerasi di Indonesia harus terus dilakukan dari berbagai aspek. Keberhasilan akselerasi di Negara lain tidaklah dapat menjadi pegangan, mengingat kondisi demografis dan sosio-kultural yang berbeda.

Yang kita butuhkan adalah generasi yang cerdas secara emosi, spiritual dan intelektual, bukan hanya generasi yang cepat lulus dan tidak mempunyai kecakapan sosial. Adanya kelas akselerasi membuka peluang siswa untuk mempersingkat waktu temph sekolah, namun mengabaikan perkembangan psikis siswa. Bahkan seleksi masuk kelas akselerasi pun hanya cenderung mendasarkan pada IQ yang tinggi, bukan pada kecerdasan emosi dan spiritual yang sangat penting bagi kesuksesan di masa depan.





DAFTAR PUSTAKA

Sugihartono,dkk.2007.Psikologi Pendidikan.Yogyakarta:UNY Press
http://www.suaramerdeka.com/harian/0403/29/kha1.htm
http://www.sampoernafoundation.org/content/view/205/48/lang,id/
http://integralsolo.wordpress.com/2007/07/02/tinjauan-pakar-psikologi-tentang-program-akselerasi/>>>
http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=792
http://202.146.5.33/kesehatan/news/0408/15/220038.htm
http://puskat.psikologi.ui.ac.id/index.php/artikel/Kebutuhan-Sosial-dan-Emosional-pada-Anak-Berbakat.html
http://www.smun8.net/index.php?option=com_content&task=view&id=32&itemid=102



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kula aturi absen rumiyin...